Diantara sekian banyak kekayaan dalam bidang seni dan budaya yang dimiliki Indonesia, pagelaran wayang kulit adalah salah satu yang juga populer serta menonjol, meski saat ini mungkin penggemar, penikmat serta peminatnya tidak semembludak di jaman dulu, namun pagelaran wayang kulit masih eksis hingga sekarang. Dalam sebuah pagelara wayang kulit meliputi beberapa unsur kesenian sekaligus seperti seni peran, seni musik, seni mendongeng, dan lain-lain. Sejak jaman kemunculan hingga perkembangannya pagelaran seni wayang kulit sendiri difungsikan sebagai media hiburan, pendidikan, media penerangan / dakwah dan banyak lagi lainnya. Menurut penelitian wayang kulit adalah kesenian asli asal Indonesia khususnya Pulau Jawa. Keberadaannya telah ada sejak berabad-abad lalu bahkan sebelum agama Hindu masuk Indonesia, kebanyakan muatan ceritanya mengangkat soal kisah Ramayana dan Mahabharata yang telah disesuaikan dengan kebudayaan orang Jawa. Penyesuaian konsep filsafat ini berdasarkan pandangan filosofis masyarakat Jawa mengenai kedudukan para dewa dalam dunia pewayangan. Hadirnya tokoh Punakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan oleh para budayawan Indonesia untuk memperkuat konsep filsafat bahwa tidak ada satu makhluk pun yang sempurna di dunia ini, contohnya manusia pasti pernah melakukan kesalahan atau khilaf, tak ada yang benar-benar baik atau benar-benar buruk, begitu ibaratnya. Namun makin kesini makin diperkenalkan pula cerita wayang yang memuat kisah masa kerajaan Majapahit. Menurut seorang ahli sejarah dan kebudayaan asal Belanda Dr. GA. J. Hazeau mengatakan bahwa wayang merupakan walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir.
Ada yang meyakini wayang berasal dari Jawa Tengah, ada pula yang menyebut berasal dari Jawa Timur, namun apapun itu semua sama-sama meyakini budaya wayang diperkirakan sudh lahir di Indonesia sejak zaman pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahuripan (976-1012) saat kerajaan Jawa Timur sedang mencapai kemakmuran, sedangkan karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang ditulis oleh para pujangga Indonesia dari mulai abad X. Wayang bisa dibilang sebagai kesenian yang sudah sangat tua usianya, diperkirakan wayang kulit telah eksis sejak jaman neolithikum atau kira-kira 1500 tahun sebelum masehi. Pagelaran wayang kulit ditampilkan dalam sebuah layar bayangan yang menggunakan kelir atau secari kain sebagai pembatas antara dalang dengan penonton. Penonton hanya akan melihat gerakan-gerakan wayang melaluibayangan yang terpampang pada kelir. Pagelaran wayang didukung oleh alunan musik yang timbul dari seperangkat gamelan, alat musik tradisional jawa yang terbuat dari kayum perunggu, juga kulit binatang dan disempurnakan dengan alunan senandung pesinden. Masuknya agama Islam ke Indonesia di abad ke 15 juga membawa perubahan yang signifikan pada cerita , konsep religi dan falsafah wayang. Wayang kulit sendiri umumnya dibuat dari kulit kerbau yang sudah mengalami proses panjang hingga menjadi lembaran yang kemudian dipahat dengan alat khusus oleh seseorang yang ahli serta menggunakan alat berupa besi runcing berbahan baja hinga terbentuklah tokoh wayang dengan bagian-bagian tubuh menyerupai lengan, siku, tangan. Kaki, tubuh manusia, dan sebagainya. Tangkai wayang dibuat dari tanduk kerbau, tangkai wayang berfungsi untuk menggerakkan bagian lengan. Peran penting dalam Pagelaran Wayang Kulit dipegang oleh Dalang, yakni julukan untuk seseorang yang beetugas sebagai narator sekaligus menggerakkan tokoh-tokoh wayang yang dimainkannya. (Arisca Meir/ensiklopediaindonesia.com) (Foto: wayangkulitsmp2252.blogspot.com ; ajimachmudi.wordpress.com)