Indonesia kaya akan busana tradisionalnya. Hampir setiap daerah memilki busana khasnya masing-masing, entah itu busana adat untuk perkawinanan atau untuk upacara-upacara adat. Seperti busana adat pada umumnya, satu set busana adata terdiri dari penutup kepala/bagian kepala, busana utama, hingga alas kaki. Menyesuaikan dengan daerahnya masing-masing, penutup kepala setiap daerah juga berbeda-beda meski beberapa memilki kesamaan. Salah satu penutup kepala atau busana adat bagian kepala yang paling dikenal di Indonesia adalah Blangkon.
Blangkon adalah salah satu tradisi ikat kepala yang datang yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai penutup/ikat kepala dari pulau Jawa. Pada awalnya Blangkon ini hanya sebuah ikat kepala yang terbuka pada bagian atas kepalanya. Ketika pengaruh Islam masuk ke Jawa, Islam menganjurkan untuk menutup seluruh bagian kepala, yang kemudian melahirkan udheng/iket yang lebih rapi yang bisa menyembunyikan rambut panjang pria jawa saat itu, namun cukup rumit untuk memakainya. Sebelum memakai udheng/iket, mereka harus menggelung atau menguncir rambutnya ke belakang. Ada sebuah kerata basa (dua kata yang disambung menjadi satu kemudian memiliki makna) yang mengatakan bahwa ketika seorang pria memakai udheng , maka ia harus mudheng (paham). Maksudnya adalah ia harus paham bagaimana menakar ukuran kepalanya sendiri.
Blangkon sendiri merupakan pemyempurnaan dari udheng/iket yang baru dikenal sekitar abad ke -20. Namun karena sulitnya membentuk dan menjalin iket dan juga membutuhkan waktu yang agak lama, maka iket dimodifikasi menjadi Blangkon. Iket tersebut dibuat secara permanen sehingga bisa langsung dipakai kapanpun. Selain itu Blangkon juga mengadopsi bentuk gelung/kuncir yang menonjol dibelakang kepala yang dinamakan mondholan. Namun tak semua jenis Blangkon menggunakan mondholan, contohnya seperti Blangkon Ciamis. Untuk Blangkon yang menggunakan mondholan contohnya seperti Blangkon Yogyakarta dan Blangkon Surakarta. Keduanya juga memilki sedikir perbedaan, untul Blangkon Yogyakarta, bentuk mondholan-nya berbentuk lonjong ke bawah, sedang Blangkon Surakarta berbentuk pipih.
Jenis corak batik yang digunakan dalam pembuatan Blangkon juga berbeda-beda dan memilki maknanya sendiri-sendiri, setiap corak/motif batik menggambarkan jenjang/level si pemakai, apakah dari kalangan raja, bangsawan, pengawal, atau rakyat biasa. (Hikari/ensiklopediaindonesia.com)