ENSIKLOPEDIAINDONESIA.COM – Ketika demam Kpop melanda, banyak para remaja di kota-kota besar bersusah payah belajar bahasa Korea demi idola-idola pujaan. Namun hal ini akan terlihat berbeda jika kita mengunjungi salah satu suku minoritas di Sulawesi Tenggara, suku Cia-cia. Ketika kita berkunjung ke pemukiman suku cia-cia, kota Bau-Bau, maka kita akan terheran-heran melihat aksara yang digunakan sehari-hari oleh suku Cia-cia bukan seperti aksara/alfabet yang lazim digunakan oleh orang Indonesia pada umumnya. Aksara yang digunakan disana adalah aksara Korea atau lebih dikenal dengan Hangeul. Meski begitu, abahsa yang digunakan tetap bahasa Indonesia/bahasa Cia-cia.
Pengadaptasian aksara Hangeul ke dalam bahasa Cia-cia dilakukan karena hampir punahnya bahasa asli Suku Cia-cia tersebut, dan alasan penggunaan aksara Hangeul dilakukan karena sulitnya menuliskan bahasa Cia-cia menggunakan alfabet biasa sehingga aksara Hangeul dianggap paling akurat untuk menuliskan bahasa cia-cia.
Pada mulanya, pada 2005 Wali Kota Bau-Bau pada saat itu, Amirul Tamim bertemu Prof Chun Thai Yun dalam Simposium Penaskahan Budaya Internasional. Kepada Chun Thai, Amirul bercerita bahwa suku Cia-Cia di Bau-Bau terancam kehilangan bahasa ibu mereka. Mereka juga tidak memiliki aksara untuk menuliskan bahasa ibu suku Cia-cia. Ancaman kepunahan bahasa Cia-Cia itu kemudian diceritakan guru besar di Hankuk University for Foreign Studies tersebut kepada kawan-kawan akademisinya di Korea Selatan.
Desember 2008, Prof Chun Thai Yun mulai melakukan penelitian soal kebahasaan tersebut di Kecamatan Sorawolio. Berkat bantuan Prof Chun Thai Yun, sebuah yayasan nonprofit di Korsel, Hunmingjongeum Institute, bersedia memberikan beasiswa pendidikan bahasa Korea selama enam bulan kepada guru sekolah di Bau-Bau. Wali Kota Amirul pun diminta mengirimkan dua guru asli Cia-Cia untuk belajar bahasa di Seoul National University (SNU).
Setelah melakukan study dan penelitian terhadap aksara Hangeul dan bahasa Cia-cia, akhirnya diambil kesimpulan bahwa bahasa Cia-cia bisa menggunakan aksara Hangeul. Namun tak semua aksara Hangeul bisa diaplikasikan. Aksara Hangeul mempunyai 40 karakter yang terdiri atas 19 konsonan dan 21 vokal, sedangkan yangdinilai sesuai dengan bahasa Cia-cia hanya 27 karakter. Selain itu Prof Chun Thai Yun serta salah seorang guru asli Cia-cia, Abidin, dibantu oleh seorang asisten, juga membuat buku pelajaran bahasa Cia-cia dengan aksara Hangeul.
Hingga kini, penggunaan aksara Hangeul sudah menjadi salah satu kurikulum muatan lokal di Sekolah-sekolah di kota Bau-bau. Bagi para siswa, aksara Hangeul dianggap menarik karena bentuknya yang unik.
postingan yg bagus..
sangat berguna dan bermanfaat infonya..
i like it.. 😀