ENSIKLOPEDIAINDONESIA.COM – Sungai Bengawan Solo bermuara di Laut Jawa tepatnya di Kota Gresik menyimpan banyak sejarah yang melegenda salah satunya tokoh Joko Tingkir yang berhasil menaklukan buaya-buaya di sungai tersebut. Betapa melegendanya sungai Bengawan Solo tersebut hingga kita tidak banyak yang tahu mengenai serjarah purba sungai tersebut. Sebelum bermuara di Laut Jawa, sungai Bengawan Solo pernah bermuara di Laut Selatan Jawa tepatnya di Pantai Sadeng Gunung Kidul.
Apa yang terjadi sehingga Bengawan Solo berpisah dengan Pantai Sadeng muara lamanya itu? Dan memilih mengembara hinggai pantai utara Jawa. Kejadian yang memisahkan Bengawan Solo dengan Pantai Sadeng terjadi sekitar lima juta tahun yang lalu, ketika proses geologi menggerakkan lempeng Australia sehingga terjadi benturan dengan lempeng Jawa. Akibat terjadinya benturan keras tersebut mengakibatkan lempeng Jawa bagian selatan permukaannya naik dan terciptalah garis pantai baru serta sebagian daratan menyembul dari dari dalam laut berbentuk tebing curam.
Secara administratif Pantai Sadeng terletak di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisuno, Gunung Kidul, DIY. Jarak tempuh sekitar 70 km dari kota Yogyakarta memakan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Perjalanan menuju Pantai Sadeng kita akan banyak sekali melihat pemandangan yang masih alami, bukit kapur yang memanjang membentuk aliran sungai.
Sepanjang tepian sungai purba itu telah berganti menjadi lahan bertanam palawija oleh penduduk. Curah hujan yang cukup rendah setiap tahunnya menyebabkan petani di daerah sini lebih memilih menjadi petani palawija kalaupun ada yang menanam padi, mereka lebih memilih padi jenis gogorancah atau dewi sri yang bisa bertahan di lahan kering. Penduduk di sekita Pantai Sadeng memiliki dua profesi sekaligus sebagai petani dan nelayan.
Kawasan Pantai Sadeng dikembangkan menjadi pelabuhan nelayan pada tahun 1983. Cikal bakal pengembangan ini ditandai dengan kedatangan para nelayan dari daerah Gombong yang melihat potensi besar di pantai ini. Jauh sebelum kedatangan para nelayan dari Gombong, Pantai Sadeng pernah menjadi pelabuhan yang kemudian lama tidak aktif dikarenakan kepercayaan penduduk setempat yang melarang melaut. Larangan itu berkaitan dengan mitos Ratu Laut Selatan serta kepercayaan bahwa Pantai Sadeng adalah pantai yang wingit.
Menurut kepercayaan masyarakat lokal, nama Sadeng itu bermula dari nama Sedeng yang berarti cukup. Jadi siapapun yang masuk ke Pantai Sadeng akan mampu bertahan dan tidak perlu untuk menjadi rakus atau tamak. Kearifan lokal inilah yang melatarbelakangi masyarakat sekitar untuk membuka kembali kawasan Pantai Sadeng menjadi pelabuhan ikan bagi para nelayan. Dengan memegang teguh kepercayaan tersebut, para nelayan di Pantai Sadeng tetap bisa hidup dengan berkecukupan dan saling menghargai satu dengan lainnya.
Sebagai tempat kunjungan wisata, keindahan Pantai Sadeng tidak kalah unik dan khas dibandingkan dengan pantai selatan lainnya. Deburan ombak yang tinggi dikala air pasang, warna-warni biru hijau air pantai yang membentang luas dari dermaga hingga ujung pantai. Kesibukan para nelayan dan pemancing menjadi ciri khas kehidupan pantai ini. Perbukitan yang mengelilingi pantai ini menjadi sebuah tembok besar yang memancarkan keindaha dengan bebatuan karang yang ditumbuhi tumbuhan hijau.
Perjalanan menuju Pantai Sadeng tidaklah sulit, berbagai angkutan telah tersedia mulai dari angkutan yang bersifat pribadi alias ojek sampai angkutan umum alias minibus. Dari pusat kota Wonosari kita langsung ke arah Semanu dilanjutkan ke Rongkop dan akhirnya kita mencapai kecamatan Girisubo, Pantai Sadeng. Kenyamanan perjalanan tidak perlu diragukan karena jalanan sudah diaspala dari Wonosari hingga ke Pantai Sadeng. Perjalanan dari Wonosari hingga Pantai Sadeng akan menjadi perjalanan penuh romantika, jalanan yang naik turun dengan selingan tikungan tajam dan perbukitan yang terus menjadi teman perjalanan sampai pada di titik akhir di Pantai Sadeng.