Omed-omedan, Tradisinya Pemuda Bali

0
694

Bagi banyak orang, berciuman didepan banyak orang itu pastilah sebuah hal yang tabu. Apalagi mengingat Indonesia yang masih memegang adat ketimuran. Tapi tidak begitu bagi pemuda Bali saat melakukan tradisi Omed-omedan. Tradisi ini biasanya dilaksanakan di Desa Sesetan, Denpasar Selatan, Bali. Tradisi ini dilakukan setelah perayaan Nyepi setiap tahunnya.

Sebenarnya tradisi Omed-omedan ini bukan tradisi ciuman massal yang banyak diberitakan orang. Menurut sejarah tradisi yang ada, Omed-omedan bermakna tarik-menarik. Masyarakat awam banyak yang mengira tradisi ini dilakukan dengan berciuman karena antar tangan peserta saling tarik menarik. Dari sinilah mereka terlihat berangkulan atau berpelukan, bahkan sesekali sampai ‘mendarat’ sebuah ciuman.

Tradisi ciuman massal ini hanya dikhususkan bagi para pemuda dan pemudi yang belum menikah. Dilakukan dengan cara berciuman antara pemuda dan pemudi. Mereka dipisahkan dalam dua kelompok, laki-laki dan perempuan yang berbaris satu bujur ke belakang dengan posisi berhadap-hadapan. Mereka yang akan melakukan ritual omed-omedan berada paling depan dengan posisi digendong. para pemuda dan pemudi yang melakukan ritual ini bukan berarti mereka berpacaran atau sejenisnya. Mereka dipilih secara acak untuk melakukan tradisi ini. Kemudian mereka saling mendekat. Begitu saling terjangkau, mereka  segera saling tarik menarik dan tak jarang yang berciuman. Ritual ini akan berhenti setelah tetua adat membunyikan peluit ataupun menyiramkan air.

Asal usul tradisi Omed-omedan ini berasal dari cerita rakyat pada jaman dulu. Konon saat itu Raja Puri Oka sedang sakit keras dan tidak ada tabib istana yang bisa menyembuhkan sakitnya. Pada hari raya Nyepi, masyarakat di Puri Oka mengelar acara omed-omedan (tarik-tarikan). Karena suasana begitu meriah maka tercipta kegaduhan yang membuat Raja yang sedang sakit marah besar. Bermaksud menghentikan acara, sang Raja berjalan terhuyung-huyung keluar istana. Dan ajaib sang raja tiba-tiba sembuh setelah melihat acara omed-omedan tersebut. Akhirnya Raja mengeluarkan titah agar acara omed-omedan harus digelar setiap tahun setelah upacara Nyepi.

Tradisi Omed-omedan pernah dihentikan karena dianggap tidak sesuai dengan budaya timur dan digantikan dengan tradisi perkelahian dua babi. Namun kemudian muncul anggapan-anggapan bahwa jika tradisi omed-omedan tidak dilakukan atau tidak diteruskan, maka ditakutkan akan terjadi hal-hal buruk yang menimpa warga. Dan sejak itu, tradisi omed-omedan kembali digelar disetiap tahunnya, tepatnya sehari setelah perayaan Nyepi. (Hikari/ensiklopediaindonesia.com)

Tinggalkan Komentar