Sebelumnya sudah ada kolang-kaling dan selasih yang menjadi pelengkap kesegaran saat berbuka puasa, nah kini ada satu yang juga tak boleh ketinggalan, Cincau. Kata cincau sendiri sebenarnya bukan berasal dari nama tumbuh-tumbuhan. Cincau merupakan istilah populer untuk menyebut gel serupa agar-agar, yang diperoleh dari hasil perendaman dan peremasan daun tumbuhan tertentu dalam air. Gel ini terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung sejenis karbohidrat yang mampu mengikat air.
Kata ‘cincau’ sendiri berasal dari dialek xiancau dalam dialek Hanzie, dan dalam dialek Hokkian disebut sienchau, yang kemudian diserap bahasa Indonesia menjadi ‘cincau’.
Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan yang daun berpotensi menghasilkan gel cincau. Namun, ada tiga tumbuhan populer yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai penghasil cincau, yakni Cyclea barbata Myers atau cincau rambat, Melasthoma polyanthum atau cincau perdu, keduanya penghasil cincau hijau, dan Mesona palustris, tumbuhan rambat yang oleh masyarakat beberapa daerah di Indonesia dikenal sebagai janggelan, penghasil cincau hitam. Sejak dulu, tanaman cincau diketahui memiliki manfaat bagi kesehatan. Cincau perdu misalnya, dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tekanan darah tinggi. Cincau rambat yang memiliki gel lebih kenyal sering dimanfaatkan sebagai obat antidemam dan penurun tekanan darah. Sedangkan cincau hitam juga bisa meredakan panas dalam dan radang tenggorokan.
Proses pembuatan cincau hingga siap makan cukup mudah. Cukup dengan meremas daun-daun tumbuhan itu dalam rendaman air. Ada juga yang mengawalinya dengan cara ditumbuk, atau dilakukan perebusan terlebih dahulu. Hasil rendaman atau perasan (setelah disaring) akan mengental dan menghasilkan gel yang berbeda kekenyalannya, tergantung dari daun tumbuhan yang digunakan. (ensiklopediaindonesia.com) (foto: medicalera)