Sejarah Songket Palembang, Kain Tenun Khas Palembang

0
1211

Kain Songket adalah salah satu produk dari budaya masyarakat Palembang. Menurut catatan sejarah Palembang, keahlian menenun  diwariskan secara turun temurun. Hingga pada tahun 1980an, sebagian besar masyarakat Palembang memiliki keahlian menenun.
Kata songket berasal dari kata ‘sungkit’ dari bahasa melayu yang berarti ‘mengait’ atau ‘mencungkil’ . hal ini karena berkaitan dengan kegiatan pembuatannya itu sendiri, yaitu mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, kemudian menyelipkan benang emas. Kegiatan ini diartikan sebagai ‘menyongket’ yang berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’.
Dokumentasi dari kain songket itu sendiri belum terlalu jelas. Kemungkinan kain songket mencapai wilayah Malaya dengan adanya perkawinan antara bangsawan-bangsawan Malaya. Biasanya kain songket digunakan sebagai mas kawin  atau hantaran dalam sebuah perkawinan bangsawan. Hal ini lazim dilakukan oleh bangsawan Malaya untuk mengeratkan hubungan politik mereka. Pusat kerajinan kain songket awalnya terletak di kerajaan yang secara politik merupakan hal penting mengingat bahannya yang mahal, karena benang emas yang digunakan terbuat dari lembaran emas.
Dalam upacara adat atau selebrasi pernikahan, pengantin biasanya menggunakan Songket lengkap dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Pengganggon (Paksangko), Selendang Mantri, Aesan Gandek dan yang lainnya. Secara kualitas, Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini disematkan julukan sebagai “Ratu Segala Kain.”
Cara pemakaian songket pada pria atau wanita memiliki perbedaan mendasar. Kain songket untuk pria yang kerap disebut Rumpak (bumpak) memiliki motif yang tidak penuh dengan tumpal (kepala kain) berada di belakang badan. Songket tersebut dipakai mulai dari pinggul ke bawah sampai di bagian bawah lutut (untuk pria yang telah menikah) dan menggantung di atas lutut (untuk pria yang belum menikah). Sedangkan untuk wanita, tumpal (kepala kain) wajib berada di depan dengan posisi dari pinggul hingga mata kaki. (Hikari/inloveindonesia.com)

Tinggalkan Komentar