ENSIKLOPEDIAINDONESIA.COM – Lailatul Qomariyah, seorang anak tukang becak mendadak viral karena prestasi yang telah diraihnya. Walau dia bukan dari keluarga yang berada, namun dia bertekad untuk kuliah dan berprestasi setinggi mungkin.
Anak dari pasangan Saningrat (43) dan Rusmiati (40) ini berhasil menempuh pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) sampai lulus dengan gelar doktor dan meraih IPK 4.0.
Saningrat sendiri mengaku bahwa dia tidak pernah memberikan putrinya pendidikan khusus kepada anaknya. Dia sibuk bekerja sebagai penarik becak, sedangkan istrinya bekerja sebagai buruh tani.
Walau begitu, Lailatul sudah dikenal sebagai sosok anak yang cerdas sejak dia masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Dia terus menerus meraih ranking 1. Setelah lulus, Lailatul Qomariyah diterima di dua SMP Negeri, yakni SMP Negeri 1 Pamekasan dan SMP Negeri 4 Pamekasan.
Selama sekolah di jenjang SMP, Lailatul selalu mendapatkan ranking 1 di sekolahnya. Lalu, dia meneruskan sekolahnya di SMA Negeri 1 Pamekasan dengan beasiswa. Hingga akhirnya, gadis yang lahir pada tanggal 16 Agustus 1992 ini berhasil meraih gelar doktor.
Berhasil Raih Gelar Doktor di Usia 27 Tahun
Lailatul berhasil meraih gelar doktor di umurnya yang baru 27 tahun. Disertasinya yang berjudul “Controllable Characteristic Silica Particle and ITS Composite Production Using Spray Process”, berhasil dia pertahankan di depan para pengujinya pada Rabu, 4 September 2019.
Dengan prestasinya tersebut, Lailatul Qomariyah mampu membuktikan bahwa berasal dari keluarga yang sederhana tidak menjadi penghambat untuk meraih pendidikan tinggi. Bahkan, dia hanya membutuhkan jangka waktu tiga tahun dari jenjang S2 ke jenjang S3.
Selesaikan S2 Hanya dalam Waktu 3 Bulan
Prestasi yang tidak kalah hebat adalah, gadis asal Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan ini menyelesaikan pendidikan jenjang S2 hanya dalam kurun waktu 3 bulan saja. Dia merampungkan studi masternya hanya dengan waktu tiga bulan dengan mengikuti program fast track.
Syarat untuk mengikuti program fast track tersebut cukup sulit, karena harus memiliki IPK 3,5. Nyatanya, IPK Lailatul melampaui target tersebut. Dengan IPK-nya sempurnanya, yakni 4.0, dia mampu menempuh S2 hanya dengan waktu dua bulan saja.
Setelah lulus dari jenjang S2 dengan program fast track, gadis yang gemar menonton debat berbahasa Mandarin di TV ini kembali mendapatkan beasiswa melalui Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU).
Dari semua teman satu angkatannya, hanya Lailatul Qomariyah yang bisa mendapatkan PMDSU dari Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi. Setelah masuk menjadi mahasiswa program doktoral, dia memperoleh beasiswa untuk melakukan riset ke Jepang dalam rangka mempersiapkan riset disertasi yang dia ajukan.
Disertasinya sendiri berisi tentang pemanfaatan aplikasi silika solar sel sebagai pengganti energi yang dihasilkan dari minyak bumi dan batubara. Saat di Jepang, Lailatul tinggal sendirian mulai tahun 2017 sampai tahun 2018 karena dirinya satu-satunya mahasiswa yang bisa mendapatkan PMDSU tersebut.
Sepulang dari Jepang, dia langsung menyelesaikan disertasinya. Setelah itu, dia menjalani sidang terbuka dengan dua professor doktor yang menjadi promotor Lailatul dan lima orang penguji. Dia berhasil lulus dalam sidang tersebut.
Tips Agar Sukses Belajar dari Lailatul Qomariyah
Laila yang hingga kini masih berprofesi sebagai asisten dosen di kampusnya memberikan tips belajar supaya bisa sukses. Di antaranya adalah lebih banyak memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk belajar daripada menyia-nyiakan waktu untuk bermain-main. Bahkan, saat di kampus, dia mulai belajar dari jam 7 pagi dan baru pulang ke rumah jam 11 malam.
Selain belajar dengan tekun, menurut Lailatul, doa juga tidak kalah penting. Terutama doa orang tua. Baginya, doa orang tua lebih penting dari doanya sendiri. Selain itu, dia juga berpesan kepada para pelajar yang tengah menempuh pendidikan agar tidak mudah pasrah dengan keadaan, baik keadaan ekonomi ataupun kemampuan pribadi.
Bagi Lailatul, orang miskin dan orang kaya sama-sama mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Buktinya, dia sendiri. Walau ayahnya hanya berprofesi sebagai tukang becak dan ibunya hanya berprofesi sebagai buruh tani, namun dia berhasil mengangkat martabat kedua orang tuanya dengan prestasi pendidikan.
Yang lebih mengagumkan, Saningrat selaku ayah Lailatul juga mengaku jika dia tidak membantu banyak dari segi pembiayaan. Putrinya tersebut sudah mandiri sejak saat masih SMA sampai perguruan tinggi.