ENSIKLOPEDIAINDONESIA.COM – Biografi BJ Habibie, sosok yang berprestasi di kancah internasional dan sangat dihormati oleh para ilmuwan dunia. Khususnya, dalam bidang penerbangan.
Dalam biografi BJ Habibie, dia dikenal sebagai sosok tercerdas di antara para ahli penerbangan, beliau juga merupakan mantan Presiden RI ketiga. Selain itu, banyak prestasi yang sudah digapai oleh Habibie, terutama dalam dunia penerbangan nasional maupun internasional. Hal tersebut merupakan sebuah contoh yang dapat dijadikan panutan oleh para pemuda dan pemudi Bangsa Indonesia.
Berikut biografi BJ Habibie dan kisahnya mulai dari latar belakangnya hingga berbagai prestasi yang sudah dia raih.
Latar Belakang Keluarga BJ Habibie
BJ Habibie, atau yang mempunyai nama lengkap Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie ini lahir di Parepare, pada tanggal 25 Juni 1936. Dia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Alwi Abdul Jalil Habibie dan ibunya bernama Raden Ajeng Tuti Marini Puspowordjojo.
Ayahnya merupakan seorang ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo berdarah Bugis. Sedangkan ibunya berasal dari etnis Jawa, dan merupakan anak dari spesialis mata di Yogyakarta bernama Puspowardjojo.
Dari biografi BJ Habibie, diketahui bahwa dia tumbuh dan besar dalam keluarga yang religious. Ayahnya, Alwi Abdul Jalil, rajin membaca mushaf Al-Quran setiap harinya. Habibie sendiri mengatakan jika dia selalu merasa tenang jika ayahnya membaca kitab suci Al-Quran di depannya.
Di dalam satu hari, ayahnya terbiasa membaca ayat suci Al-Quran sebanyak satu hingga dua juz. Tidak heran, kebiasaan tersebut membuat Habibie bisa membaca Al-Quran dengan fasih pada usia 3 tahun.
Selain itu, Habibie kecil sangat gemar membaca dan berolahraga, terutama olahraga menunggang kuda. Habibie juga dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas saat dia masih berada di sekolah dasar.
Beliau harus kehilangan seorang ayah di saat usianya yang baru 14 tahun. Saat itu ayahnya terkena serangan jantung ketika salat isya bersamanya, tepatnya pada tanggal 3 September 1950.
Setelah ayahnya meninggal, lalu ibunya menjual rumah dan kendaraan. Kemudian, mereka sekeluarga pindah ke Bandung. Di kota tersebut, Habibie melanjutkan sekolah di Gouverments Middlebare School. Di sekolah tersebut, dia menjadi siswa yang berprestasi dan menjadi sosok favorit di kalangan siswa lainnya.
Masa-Masa Kuliah di ITB dan Jerman
Setelah lulus dari SMA pada tahun 1954, BJ Habibie melanjutkan pendidikannya di ITB (Institut Teknologi Bandung). Saat itu, namanya masih Universitas Indonesia Bandung.
Di sana, ia belajar Teknik Mesin di Fakultas Teknik di universitas tersebut. Hanya saja, dia hanya menempuh pendidikan di ITB hanya beberapa bulan saja. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu dia mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan studinya di Jerman.
Pada tahun 1955 sampai 1965, BJ Habibie menempuh studi di Jerman. Di sana, dia mengambil spesialisasi konstruksi pesawat terbang (Teknik Penerbangan) di Rhein Westfalen Aachen Technisce Hochschule (RWTH).
Habibie mendapatkan beasiswa pada saat itu karena Pemerintah Indonesia di bawah kekuasaan Presiden Soekarno sedang menjalankan program dengan membiayai ratusan siswa cerdas Indonesia untuk menimba ilmu di luar negeri.
Semasa Habibie berkuliah di Jerman, dia menjalaninya dengan penuh perjuangan. Saat musim liburan, dia tidak pergi liburan, melainkan mengisinya dengan ujian dan juga mencari uang untuk membeli buku yang bisa menunjang materi pendidikannya.
Setelah masa liburan berakhir, kegiatannya hanya belajar. Berbagai kegiatan lain dikesampingkan oleh Habibie. Berkat kerja kerasnya, dia mendapatkan gelar Ing dari Technische Hoshschule Jerman di tahun 1960.
Selain itu, gelar tersebut dia dapatkan dengan predikat Cumlaude (sempurna) dengan memperoleh nilai rata-rata sebesar 9,5. Setelah mendapatkan gelar tersebut, dia bekerja di sebuah industri kereta api Firma Talbot di Jerman.
Ketika Habibie bekerja di perusahaan tersebut, dia bisa menyelesaikan permasalahan perusahaan Firma Talbot. Kala itu, perusahaan tersebut tengah memerlukan sebuah wagon untuk mengangkut barang-barang ringan dengan volume besar. Dengan cerdas, BJ Habibie memecahkan permasalahan tersebut dengan mengaplikasikan beberapa prinsip konstruksi sayap pesawat terbang.
Setelah itu, Habibie kembali melanjutkan pendidikannya untuk meraih gelar doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen. Habibie mendapatkan gelar doktornya pada tahun 1965 dan mendapatkan predikat Summa Cumlaude dengan perolehan nilai rata-rata 10.
Kehidupan BJ Habibie Setelah Menikah
Dalam biografi BJ Habibie ini, kita juga akan membahas mengenai kehidupannya setelah menikah. Habibie atau yang akrab disapa Rudy oleh beberapa temannya di Jerman menikahi seorang wanita bernama Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962.
Setelah Habibie menikah, dia membawa istrinya untuk turut serta dengannya di Jerman. Dengan memboyong keluarganya untuk tinggal di Jerman, maka perjuangan Habibie menjadi lebih berat lagi.
Bahkan, Habibie harus berjalan kaki di pagi hari ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat pengeluaran. Setelah bekerja, dia belajar di malam hari untuk kuliah. Selain itu, istrinya juga harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju. Hal tersebut dia lakukan demi menghemat pengeluaran keluarga. Dari pernikahannya tersebut, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang anak yang bernama Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Rumus Faktor Habibie
Yang menarik dari biografi BJ Habibie dan kisah inspiratifnya adalah ditemukannya rumus untuk menghitung keretakan atau crack propagation on random sampai ke atom oleh BJ Habibie.
Untuk menghargai kontribusi dan kecerdasannya, persamaan tersebut diberi nama Faktor Habibie. Tidak hanya itu, Habibie juga dikenal sebagai Mr. Crack oleh para spesialis penerbangan.
Di tahun 1967, dia mendapatkan gelar Profesor Kehormatan atau Guru Besar di ITB (Institut Teknologi Bandung). Selain itu, BJ Habibie juga mendapatkan gelar tertinggi di ITB, yakni Ganesha Praja Manggala.
Dengan segala kecerdasan yang dia punya, Habibie mendapatkan banyak pengakuan dari berbagai lembaga internasional. Selain itu, dia juga pernah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi seperti Edward Warner Award serta Award von Karman di mana penghargaan tersebut hampir setara dengan Hadiah Nobel. Selain itu Habibie juga berhasil mendapatkan penghargaan Theodore van Karman Award yang amat bergengsi di Jerman.
Habibie Pulang ke Indonesia
Setelah menempuh studi selama 10 tahun di Jerman, Habibie pulang ke Indonesia untuk memenuhi panggilan Presiden Soeharto. Dia ditunjuk menjadi Menteri Negara Ristek / Kepala BPPT selama 20 tahun. Selain itu, Habibie juga memimpin perusahaan BUMN Industri Strategis selama 10 tahun.
Di tahun 1995, Habibie berhasil memimpin proyek pembuatan pesawat yang dinamai N250 Gatot Kaca. Pesawat tersebut merupakan pesawat pertama buatan Indonesia. Pesawat tersebut dirancang selama lima tahun oleh Habibie dan merupakan satu-satunya pesawat di dunia yang menggunakan teknologi Fly by Wire.
Dengan menggunakan teknologi tersebut, pesawat bisa terbang tanpa guncangan berlebihan. Bisa dibilang, teknologi tersebut merupakan teknologi yang terdepan dan paling canggih di masa itu.
Di saat N250 Gatot Kaca mencapai masa emasnya dan tinggal selangkah lagi untuk mendapatkan sertifikasi dari Federal Aviation Administration, Presiden Soeharto justru menghentikan industri PT IPTN karena adanya krisis moneter.
Pada masa tersebut, PT IPTN sudah membangun pabrik di Eropa dan Amerika. Hanya saja, sangat disayangkan hal tersebut harus berhenti dan terpaksa sebanyak enam belas ribu karyawan harus mencari pekerjaan ke luar negeri.
BJ Habibie Diangkat Menjadi Presiden
Setelah PT IPTN ditutup, Habibie yang saat itu masih menjadi Menteri Riset dan Teknologi diangkat menjadi Wakil Presiden untuk mendampingi Presiden Soeharto tepatnya pada tanggal 14 Maret 1998.
Setelah Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden selama beberapa bulan, gejolak politik di Indonesia memanas. Presiden Soeharto yang sudah menjabat lebih dari 30 tahun diminta untuk turun dari jabatannya oleh para rakyat Indonesia. Akhirnya, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998.
Dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka secara otomatis BJ Habibie diangkat menjadi presiden yang baru. Akan tetapi, tidak lama setelah Habibie menjabat, dia dipaksa lengser setelah adanya sidang umum MPR pada tahun 1999. Hal itu dikarenakan lepasnya wilayah Timor Timur dari NKRI.
Walau hanya menjabat selama satu setengah tahun, dalam biografi BJ Habibie, dia tetap berusaha untuk mengembalikan kondisi negara. Dia mengambil beberapa keputusan, seperti lahirnya UU tentang Otonomi Daerah. Dia juga memberikan kebebasan rakyat untuk beraspirasi sehingga Indonesia bisa membuat berbagai partai politik yang baru.
Tidak hanya itu, dia juga menekan nilai tukar mata uang Indonesia dari 15 ribu rupiah per dolar menjadi di bawah 10 ribu. Habibie juga mampu melikuidasi bank yang bermasalah pada saat itu. Setelah turun jabatan, Habibie menjadi rakyat biasa dan kembali bermukim di Jerman.
BJ Habibie Meninggal Dunia
BJ Habibie menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit BPAD Jakarta, pada Rabu, 11 September 2019 pukul 18.05. Diketahui Habibie mengalami gangguan organ yang membuatnya harus dirawat secara komprehensif oleh beberapa dokter spesialis.
Dalam beberapa kurun waktu terakhir, Habibie memang mengalami penurunan kondisi kesehatan. Diduga hal tersebut terjadi karena kecapekan dengan segudang aktivitasnya yang padat. Habibie wafat dengan tenang dengan ditunggui oleh keluarga dekatnya di RSPAD Gatot Soebroto.