ENSIKLOPEDIAINDONESIA.COM – Kabar duka datang dari Bapak Teknologi Indonesia sekaligus Presiden RI ketiga, BJ Habibie. Habibie menghembuskan napas terakhirnya pada hari Rabu, tanggal 11 September 2019. Tepatnya pukul 18.05 di RSPAD, Jakarta Pusat. Seluruh rakyat Indonesia pun berduka cita. Sosok cerdas yang biasa disapa dengan panggilan Eyang itu kini sudah berpulang, menyusul istri tercinta, Hasri Ainun Besari. Kisah Habibie dan Ainun sendiri menjadi sebuah kisah yang membuat kagum setiap orang.
Perjalanan hidup BJ Habibie sendiri tidak bisa dilepaskan dari kisah hidupnya dengan sang istri tercinta. Bahkan seperti yang sudah kita tahu, kisah cinta Habibie dan Ainun sempat dijadikan film layar lebar.
Berikut kesetiaan dan romantisme cinta Habibie dan Ainun.
Berkenalan Saat Usia 12 Tahun
BJ Habibie mulai mengenal Ainun saat dia berusia 12 tahun. Ketika itu, mereka berdua masih bersekolah. Habibie sering dijodoh-jodohkan dengan Ainun. Akan tetapi, saat itu dia belum tertarik dengan Ainun.
Setelah menyelesaikan SMA, Habibie melanjutkan studi ke luar negeri. Saat pulang ke Indonesia, Habibie bertemu dengan Ainun. Dia merasa terkejut melihat penampilan Ainun yang berubah.
Pacaran dan Menikah
Saat Habibie dan Ainun masih sama-sama sekolah dan sering dijodoh-jodohkan, Habibie melontarkan candaan dengan menyebut Ainun sebagai gula jawa karena Habibie menganggapnya jelek. Akan tetapi, setelah lama tidak bertemu dan akhirnya berjumpa kembali, Habibie menyebut Ainun sebagai gula pasir karena paras Ainun yang jelita.
Lama kelamaan, perasaan cinta mulai tumbuh di hati keduanya. Akhirnya, mereka berdua berpacaran. Hubungan keduanya makin dekat, dan mereka menikah pada tanggal 12 Mei 1962 di Bandung.
Satu bulan kemudian, mereka terbang ke Jerman. Di sana, mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh perjuangan. Penghasilan mereka pas-pasan. Habibie harus mencuri waktu bekerja sebagai ahli konstruksi di pabrik kereta api. dua sampai tiga kali dalam seminggu Habibie berjalan kaki sejauh 15 km ke tempat kerja untuk menghemat ongkos. Bahkan, sepatu Habibie yang berlubang hanya ditambal saat di musim dingin.
Setia Sepanjang Usia
Habibie dan Ainun saling mendukung dalam menghadapi masa-masa yang sulit, semisal saat Habibie mendapat masalah di masa kepemimpinan Presiden Soeharto dan saat Ainun divonis menderita kanker ovarium.
Pada tanggal 24 Maret 2010, Ainun meninggal dunia setelah dioperasi sembilan kali. Kanker stadium 4 membuatnya berpulang ke sisi Tuhan. Kenyataan tersebut bagaikan badai besar yang menghantam Habibie.
Selama 100 hari pertama, Habibie terus berziarah ke makam sang istri. Setiap malam, Habibie tidur ditemani oleh anak dan cucu. Bahkan, setelahnya, dia tetap setia mengunjungi makam istrinya untuk mengganti bunga layu di atas makam Ainun.
Rasa pedih ditinggal oleh istri tercinta membuat Habibie menderita penyakit psikosomatis. Kata dokter, jika Habibie tidak melakukan apapun untuk tubuhnya, dia bisa berpulang menyusul Ainun dalam waktu 3 bulan.
Lalu, Habibie memilih bangkit. Dia berupaya menyembuhkan diri dengan menulis kisah cintanya bersama Ainun. Dia menulis buku berjudul Habibie dan Ainun yang diterbitkan pada November 2010.
Hingga akhir hayatnya, kesetiaan Habibie terhadap Ainun masih tetap terjaga. Dia selalu mendoakan dan mengunjungi makam Ainun, serta membawa bunga sedap malam, bunga kesukaan Ainun. Bahkan. Habibie juga selalu menaruh hijab di Ainun di bawah bantalnya setiap tidur.
Setelah melalui perjalanan dan perjuangan panjang bertahan tanpa ada kehadiran sang belahan jiwa, akhirnya Habibie menghembuskan napas terakhirnya. Menyusul Ainun dalam keabadian.